Jumat, 08 Juli 2011

Keluarga Sakinah

Keluarga Sakinah
Oleh ; Fatma Nofriza SPd.MSi
A. Pengertian
Keluarga Sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu kata keluarga dan sakinah. Kata keluarga  berasal dari sanksekerta, kula = famili dan warga = anggota. Dalam kamus istilah fiqih dituliskan bahwa keluarga adalah orang  yang masih ada hubungan keturunan atau nasab, baik ke atas maupun ke bawah, baik yang termasuk ahli waris maupun tidak. Sebutan kata lain dari keluarga adalah famili.
Kata sakinah berasal dari kata Arab. Sakinah yang berarti ketenangan hati atau kehebatan dan sering ditafsirkan dengan bahagia dan sejahtera. Akar kata nya adalah                                berarti tenang, tidak bergerak atau diam. Lafaz sakiah yakni terdapat dalam al-Qur’an surat At-taubah, (9, 26) diterjemahkan dengan ketenagan, yakni Allah menurunkan ketenangan kepada Rasulnya, berarti rasa tenang datangnya dari Allah. Dalam kamus bahasa Indonesia bahwa sakinah berarti damai dan tentram.
Oleh karena itu sakinah adalah keluarga yang tenang, damai, tentram dan memuaskan hati. Makna  keluarga sakinah sesungguhnya dijelaskan  dalam surat Ar-rum ayat 21 yang artinya  Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya. Dia menciptakan untuk kamu isteri dari jenismu  supaya  kamu  tenteram bersamanya. Dan dia menjadikan cinta dan kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir”. 
Keluarga sakinah adalah suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, dan mengharapkan  ridha dari  yang maha pencipta yaitu Allah SWT, dan mampu menumbuhkan rasa aman, tentram, damai, dan bahagia dalam  mengusahakan terwujudnya kehidupan yang sejahtera di dunia maupun diakhirat nantinya.
B. Prinsip-Prinsip Keluarga Sakinah
Mewujudkan keluarga sakinah pada dasarnya menggerakkan proses dan fungsi-fungsi maajemen dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena  itu  selain tugas kodrati seperti hamil, melahirkan  dan pemberian ASI, segala sesuatu yang menyangkut tugas-tugas menciptakan keluarga sakinah haruslah fleksible, terbuka dan demokratis, tidak boeh kaku dan tertutup.
Keluarga sakinah yang dirancang AISYAH  adalah keluarga yang berdasarkan prinsip-prinsip ajaran islam dan anggotanya berakhlak dengan akhlak mulia. Dalam buku sejarah pertumbuhan dan perkembangan Aisyah menyebutkan pembinaan keluarga sakinah dalam lima penekanan aspek kehidupan yaitu  aspek kehidupan beragama dalam keluarga, pendidikan bagi keluarga, kesehatan keluarga, ekonomi yang stabil bagi keluarga, serta hubungan sosial yang harmonis inter dan antar keluarga.
Ada 5 prinsip yang dikembangkan dalam konsep keluarga sakiah yaitu :
1.     orientasi ilahiah dalam keluarga.
Adalah  orientasi bahwa seluruh anggota keluarga menyadari  semua proses dan kegiatan serta keadaan kehidupan keluarga harus berpusat pada Allah SWT seperti dalam firman  surat Al- Baqarah  (2: 156) artinya : “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali”.
2.     pola keluarga luas
adalah bahwa dalam satu keluarga tidak hanya terdiri  dari ayah, ibu dan anak sebagai keluarga inti, tetapi dapat terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek, cucu, paman, bibi yang artinya semua anggota keluarga tersebut adalah tanggung jawab  kepala keluarga
3.     pola hubungan kesederajatan
adalah hubungan antara anggota dalam keluarga bersifat egaliter. Hubungan ini berdasarkan kepada prinsip bahwa semua manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah sama, yakni sama-sama sebagai  makhluk Allah. Perbedaan jenis kelamin, status, fungsi atau peran tidak menimbulkan perbedaan nilai kemanusiannya dihadapan orang lain. Disisi Allahpun setiap manusia sama. Membedakan mausia satu dengan yang lainnya adalah kualitas takwa, iman dan ilmu sebagaimanan firman Allah  dalam surah Al-hujarat (49:13) Sesungguhnya  orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling takwa diantara kamu
4.     perekat mawadah dan rahmah
adalah jiwa yang diliputi oleh rasa cinta dan kasih saying, rela berkorban, menjaga dan melindungi antara satu anggota keluarga dengan yang lainnya. Dari rahmah (cinta sejati dan kasih sayang) inilah antara suami  istri  yang diikat dalam perkawinan yang sah serta kehadirat anak yang saleh, hormat dan patuh pada kedua orang tuanya akan menciptakan keluarga sakinah yang diliputi rasa tentram, damai bahagia dan sentosa.
5.     pemenuhan kebutuhan hidaup sejahtera dunia dan akhirat.
ada beberapa kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok tersebut adalah kebutuhan memiliki iman terhadap Allah SWT : kebutuhan beribadah, kebutuhan pendidikan, kebutuhan ekonomi, kebutuhan kesehatan, kebutuhan hubungan sosial dan kebutuhan pengelolaan lingkungan. Disamping itu tercukupinya kebutuhan materi merupakan alat penunjang terpenuhinya hidup sejahtera  dunia dan akhirat. Bukankah dalam sebuah hadist nabi bersabda Berusahalah kamu seolah-oleh kamu hidup selamanya dan beribadahlah kamu seolah-olah kamu akan meningal esok pagi. Meskipun kebahagiaan materi menentukan hidup sejahtera dunia akhirat, tetapi perannya disini hanya sebagai alat penunjang tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat tersebut.
C. Pembinaan Keluarga Sakinah
       Menurut  peraturan pemerintah   nomor 21 tahun 1994 tentang keluarga menyebutkan 8 fungsi keluarga  dalam kehidupan bermasyarakat adalah :
1.     Fungsi keagamaan.
Keluarga sebagai satu kesatuan masyarakat terkecil  memiliki tanggung jawab moral untuk membimbing anggotanya menjadi manusia yang bermoral, berakhlak mulai serta beriman dan bertaqwa.
2.     Fungsi sosial budaya.
Keluarga merupakan awal dari terciptanya masyarakat yang berbudaya, saling menghormati dan rukun antar tetangga. Dari keluarga yang berbudaya diharapkan terciptanya masyarakat yang berbudaya pula mulai dari tingkat rt, rw, lurah sampai pada kehidupan kemasyarakatan yang lebih luas sebagai warga dari Negara Indonesia yang dilandasi Pancasila sesuai dengan  sila ke 2 dari Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
3.     Fungsi cinta kasih.
Dari keluargalah dimulainya tumbuh rasa cita kasih anak terhadap mausia dan makhluk dimuka bumi ini. Anak yang dibesarkan dalam suasana cinta dan kasih sayang yang berlimpah maka akan tercermin pula sikap tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.
4.     Fungsi melindungi
Anak dalam kehidupannya selama proses tumbuh kembang membutuhkan orang yang dapat melindungi mereka dari segala macam bahaya baik bahaya  fisik maupun bahaya moral. Keluarga dalam hal ini orang  tua merupakan pelindung pertama dan utama  selama proses tumbuh kembang tersebut.
5.     Fungsi reproduksi.
          Sepanjang  peradapan manusia selalu ada regenerasi sebagai  tonggak estafet untuk penerus generasi. Keluarga merupakan tempat untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan beretika. Dari keluargalah dimulainya proses regenerasi tersebut.  
6.     Fungsi sosialisasi dan pendidikan.
Tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, cerdas dan terampil  serta bertaggung jawab  kepada masyarakat dan bangsa  adalah dimulai dari keluarga. Pendidikan formal tidak akan  mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasioal tersebut  tanpa ditunjang pendidikan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluargalah sebagai pondasi utama terhadap keberhasilan tujuan pendidikan tersebut.
7.     Fungsi ekonomi.
Pendapatan  percapita nasional ditentukan  pendapatan usia produktif warganya. Jika setiap individu yang berusia produktif dalam satu keluarga memiliki pendapatan yang layak dan cukup hal ini tentu mempengaruhi pendapatan nasional.
8.     Fungsi pembinaan lingkungan
Lingkungan sekitar yang bersih, tentram dan damai  akan  mewujudkan masyarakat yang sehat secara fisik dan sehat secara mental. Hal ini hendaklah dimulai dari keluarga. Pembentukan sikap dan kebiasaan yang bermoral dan beretika serta sikap yang mampu menjaga kebersihan dalam keluarga akan tercermin juga dalam sikap terhadap  lingkungannya.
Berdasarkan fungsi-fungsi yang telah dirumuskan oleh peraturan pemerintah tersebut, maka untuk mewujudkan keluarga sakinah perlu melakukan pembinaaan di rumah yang terus menerus dan berkesinambungan  sesuai dengan fungi yang telah disebutkan di atas yang terdiri dari ; pembinaan kehidupan beragama, pembinaan  kehidupan sosial budaya,  pembinaan terhadap hidup yang penuh kasih sayang dan perhatian antara anggota keluarga, keinginan untuk saling melindungi, berkembang, berupaya untuk selalu mengutamakan pendidikan anak, memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi dalam mencukupi kebutuhan keluarga dan dapat  menyesuaikan diri dalam hidup bermasyarakat.
Dalam program pembinaan keluarga sakinah disusun  kriteria-kriteria (Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Keluarga Sakinah sesuai dengan SK Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji  No. D/71/1999 Pasal 4) terdiri dari keluarga :
1.      Keluarga pra sakinah, yaitu keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang sah, tidak  dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan materiil secara minimal.
2.      Keluarga sakinah  I, yaitu keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuha dasar spiritual dan materiil secara miimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis.
3.      Keluarga sakinah II, yaitu keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya dan juga mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga, serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dalam lingkungannya.
4.      Keluarga sakinah III, yaitu keluarga  yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwan dan sosial psikologisya serta pegembagan keluargannya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.
5.      Keluarga sakinah III plus,  yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan dan akhlak yang mulia secara sempurna, kebutuhan sosial psikologisnya  dan pengembangannya serta dapat menjadi  suru tauladan bagi lingkungannya.

D. Kunci sukses keluarga sakinah
       Mewujudkan keluarga sakinah kategori keluarga sakinah III plus kunci suksesya adalah komuikasi dan hubungan suami istri yang  sesuai dengan fungsi dan perannya. Suami sebagai kepala keluarga hendaknya mampu menempatkan diri secara bijak  sesuai dengan tuntutan agama. Seorang kepala  keluarga  bukanlah seorang yang otoriter dan dominan, tetapi yang lebih utama adalam mengayomi semua anggota keluarga  sehingga keberadaannya bukan ditakuti tetapi selalu menjadi orang yang dihargai, ditunggu keberadaanya dan dihormati. setiap keputusan yang diambilnya hendaknya keputusan yang bijak tanpa  ada keinginan untuk menyakiti anggota keluarga.
Sedangkan wanita    sebagai ratu,  istri pendamping suami dan ibu dari anak-anak mampu mejadi  penentram, penyejuk dan sumber terciptanya rasa damai dan bahagia dalam  keluarga tersebut.  Sikap yang penuh keibuan dan rasa kasih sayang yang diberikan oleh istri atau seorang  ibu  sangat diperlukan oleh anggota sebagai tempat curhat dalam menghadapi berbagai persoalan hidup di masyarakat. Sebagai ratu rumah tangga hendaknya  mampu memanajemen keuangan dan kebutuhan keluarga secara bijak agar  selalu tercukupinya kebutuhan keluarga dan tercapainya kehidupan keluarga yang lebih layak.         
                         Semoga Kita Semua Mampu Mewujudkannya.
            






 


                 




    
  



Silabus Ketrampilan Konseling


SILABUS
Tgl Efektif        :
No. Dokumen  : FM-AKM-03-002
No. Revisi        : 00






FAKULTAS       
:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
PROGRAM STUDI
:
Bimbingan dan Konseling
MATA KULIAH
:
Ketrampilan Konseling
KELAS/sks
:
Semester IV
Waktu
:
4 SKS ( 4 x 50 menit).
DOSEN
:

Diskripsi Mata Kuliah  :    Membahas tentang teknik-teknik dasar dalam pelayanan konseling


No.
SK dan KD
Materi
Referensi


1.



SK : Mahasiswa  memahami konsep Jendela Johari window.

KD : Mahasiswa mampu menjelaskan hakekat jendela Johari Window
Mahasiswa mampu menjelaskan bagian-bagian dalam jendela   johari window
- pengertian jendela johari window.
-  tujuan jendela johari window.
- Bagian-bagian dalam jendela johari window
Corsini, R. (2003). Psikoterapi Dewasa Ini.. Surabaya : Ikon Teralitera.

Everett, L.H & Lawrence M.B.(1982). Therapeutic Psychology. USA : Prentice –Hall.

Gunarsa, S. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia.



Flurentin, E & Hariyadi. (1994) Modul  Pendekatan-Pendekatan Dalam Konseling.      Malang : IKIP Malang.

McLEOD,J.(2008). Pengantar Konseling : Jakarta : Kencana.

2.






SK: Mahasiswa memahami konsep 3 M dalam pelayanan konseling.

KD : Mahasiswa mampu menjelaskan hakekat 3 M
       Mahasiswa mampu mengimplementasikan 3 M dalam pembukaan diri

-Pengertian 3 M  (Mendengar, memahami dan  merespon)
- tujuan 3 M
-Persiapan dalam pembukaan diri (pemahaman tentang azaz kerahasiaan, kepribadian konselor  dsb).
-Pembukaan diri


3.


SK: Mahasiswa memahami sikap dasar dalam konseling

KD:  Mahasiswa mampu mempraktikan cara menerima konseli

      Mahasiswa mampu membangun hubungan dalam praktik konseling
Sikap dasar menyambut konseli
-cara menyambut konseli.
-sikap dan jarak duduk.
-kontak mata dan ekspresi wajah.
-membangun hubungan yang kondusif

4.


SK: Mahasiswa  memahami tentang tahap-tahap dalam layanan
       Konseling

KD: Mahasiswa mampu menjelaskan tahap konseling berdasarkan teori trait and factor
  

-Tahap layanan konseling berdasarkan trait and factor:
-sintesis
-diagnosis.
-prognosis
-treatment (inti dalam mata kuliah teklab 1)



5
.

SK; Mahasiswa  memahami teknik-teknik dalam layanan konseling dan implementasikannya.

KD : Mahasiswa mampu menjelaskan tehnik umum dalam layanan konseling
Mahasiswa mampu menjelaskan tehnik khusus dalam layanan konseling
   

- tehnik memulai pembicaraan.
-tehnik pertanyaan tertutup.
- tehnik pertanyaan terbuka.
- tehnik dorongan minimal.
- teknik mengenali perasaan,
 - tehnik refleksi,
- tehnik penafsiran
- tehnik keruntutan.
- teknik konfrontasi
- suasana diam dalam konseling
-teknik ajakan memikirkan yang lain
- tehnik pemberian informasi
 - tehnik pemberian nasehat
- tehnik menggunakan contoh pribadi
- teknik merumuskan tujuan
- tehnik kursi kosong
- teknik pemberian contoh.
- teknik peneguhan hasrat.
- pengakhiran konseling.
- implementasi dalam kasus.







  

Keterampilan Dasar Pelayanan Konseling


Konseling merupakan interaksi antara konselor dengan klien dalam rangka membahas masalah-masalah yang dialami oleh klien. Pembahasan masalah dilakukan secara professional dan terlatih oleh seorang Konselor. Proses konseling bukan hanya sekedar pemberian nasehat dari seorang konselor kepada seorang klien, tetapi lebih dari itu, yaitu proses penggalian masalah yang mendalam dan pemberian respon-respon yang tepat dan positif terhadap setiap pernyataan dan pertanyaan yang diungkapkan klien. Proses ini dilakukan sampai permasalahan klien terpecahkan, sehingga klien benar-benar merasa terbantu dalam pertemuan itu. Seorang konselor yang profesional tentu harus memiliki keterampilan dalam mengkonseling, sehingga dia memiliki kompetensi memecahkan masalah-masalah yang dialami kliennya, dan untuk menjadi terampil dalam mengkonseling harus pula dikuasai keterampilan dasar konseling, beberapa keterampilan dasar konseling yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah sebagai berikut:
A.  Penstrukturan
Sebelum konseling dimulai konselor harus tahu terlebih dahulu apakah individu yang ada dihadapannya itu {klien} sudah pernah dikonseling atau belum? apakah dia tahu apa yang dimaksud dengan konseling?. Konselor juga harus mampu meyakinkan klien bahwa semua informasi tentang klien terjamin kerahasiaannya. Dalam tahap penstrukturan ini konselor harus pula mampu membangun hubungan yang saling percaya dan akrab dengan klien, dalam hal ini ada tiga unsure pokok yang perlu dikembangkan oleh konselor yaitu  empati, penghargaan dan kesegeraan. Keberhasilan proses konseling sangat bergantung pada keterampilan konselor dalam menumbuhkan sikap percaya klien terhadap konselor. Jika klien sudah mempercayai konselor, maka proses konseling selanjutnya akan lebih mudah dilalui. Menghargai setiap usaha klien dan menerima klien apa adanya merupakan hal yang sangat baik dalam membangun hubungan.
B.  Ajakan Memulai Pembicaraan
Bagi klien, memulai pembicaraan dengan orang lain merupakan proses yang sulit dilakukan, apa lagi menyangkut rahasia pribadi yang mungkin menurut klien sangat tidak  mungkin disampaikan kepada orang lain Untuk itu diperlukan tehnik-tehnik khusus agar klien mau secara sukarela dan terbuka menyampaikan persoalan-persoalan yang sedang dialami klien. Memulai pembicaraan sebaiknya diawali dengan penjelasan tentang konseling, tujuan konseling dan azas pokok dalam konseling. Hal ini dilakukan dengan maksud agar konselor dan klien memiliki pandangan dan wawasan yang sama tentang proses konseling yang akan dilakukan. Disamping itu konselor harus memiliki tehnik-tehnik komunikasi yang persuasive baik secara fisik maupun non fisik. Tehnik komunikasi secara fisik seperti raut muka, keramahan, sikap badan dan pandangan mata. Sedangkan komunikasi non fisik merupakan komunikasi verbal, yang dalam hal ini adalah bahasa yang digunakan oleh konselor, lebih tepatnya adalah pilihan kata dan kalimat yang digunakan konselor.

C.  Pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka  merupakan respon konselor dalam kalimat tanya yang yang menuntut klien memberikan penjelasan yang panjang dan banyak..Pertanyaan terbuka dapat membantu konselor dalam penggalian masalah dan penjelajahan masalah. Melalui pertanyaan terbuka konselor bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah, sehingga konselor dapat membimbing klien kea rah yang lebih tepat. Selama proses konseling hendaknya konselor selalu menggunakan pertanyaan terbuka dan menghindari pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup digunakan hanya dalam kondisi yang betul-betul diperlukan.
Meskipun konselor, katakanlah terpaksa menggunakan pertanyaan tertutup, sebaiknya segera diikuti dengan pertanyaan terbuka, contoh: Anda betul-betul mencintainya? Atau bagaimana?. Pertanyaan terbuka tanpa didahului oleh pertanyaan tertutup misalnya: Bagaimana perasaan anda jika bertemu dengan dia?Apa yang anda fikirkan tentang dia? Bagaimana kejadiannya?

D.  Keruntutan
Keruntutan merupakan respon yang diberikan konselor kepada klien yang tepat pada sasaran, tidak menyimpang dari isi pernyataan atau pertanyaan klien. Respon konselor bisa menjadi runtut bila konselor benar-benar memahami isi pembicaraan klien, untuk itu dibutuhkan konsentrasi penuh dan kemampuan konselor dalam menangkap inti pembicaraan klien. Pembicaraan klien yang panjang lebar, mungkin saja intinya hanya satu kata atau satu kalimat. Konselor tidak boleh terbawa arus dengan pembicaraan klien yang panjang lebar, yang sebenarnya tidak  terkait dengan masalah yang sebenarnya. Disini dibutuhkan kepekaan  konselor dalam menanggapi perilaku klien. Konselor tidak boleh lengah sedikitpun memperhatikan dan mendengarkan klien. Jika konselor tidak mampu menangkap inti pembicaraan klien, maka akan terjadi peloncatan respon dari konselor dan akan terjadi pula respon yang tidak tepat bahkan bias terjadi pula respon yang tidak positif. Hal ini tentunya membawa dampak yang tidak baik, lebih jauh dari itu  justru tidak tergalinya masalah klien yang pada gilirannya masalah tidak terpecahkan.
E.  Dorongan Minimal
Dorongan minimal merupakan respon konselor berupa gerakan, isyarat atau suara yang sangat minim. Gerakan badan atau pengulangan kata-kata kunci dapat pula di jadikan pendorong untuk klien terus melakukan pembicaraan.
Dorongan minimal dilakukan oleh konselor untuk mununjukkan kepada klien bahwa konselor mempunyai perhatian dan ikut serta dalam pembicaraan klien. Disamping itu dorongan minimal dapat pula membantu konselor dalam mengkonsentrasikan fikiran dan perasaannya terhadap pembicaraan klien.
Dorongan minimal sangat berarti bagi klien dan mampu menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor bahwa konselor benar-benar mengerti tentang apa yang sedang dibicarakan klien.  Dengan dorongan minimal yang diberikan konselor, klien merasa bahwa konselornya benar-benar memperhatikan dia dan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap dirinya.
Contoh: Ya……Jadi… Terus……Mhm……Oh ya….Dapat pula berupa anggukan,  kerutan dahi dan sebagainya. 
F.  Mengungkapkan Perasaan Diri Sendiri  
Konselor adalah manusia biasa yang memiliki perasaan seperti manusia lainnya, seperti perasaan senang, bangga, bahagia, kecewa, dan sebagainya. Selama proses konseling banyak hal yang bisa terungkap dan perilaku  klien akan terlihat secara nyata. Apapun perilaku klien, menyenangkan atau mengecewakan,  perlu disampaikan oleh konselor kepada klien Konselor tidak boleh bersikap pura-pura, misalnya sikap klien yang selalu mempertahankan pendapatnya yang dapat menambah masalah dirinya sendiri, maka konselor harus mengatakan bahwa konselor kecewa dengan sikap klien tersebut. Demikian pula sebaliknya, ketika klien memperlihatkan sikap yang positif, konselor mengatakan kepada klien bahwa konselor senang dengan sikap klien.
Mengungkapkan perasaan diri sendiri adalah suatu sikap jujur yang harus diperlihatkan konselor kepada klien, apa yang dirasakan oleh konselor harus diungkapkan apa adanya, tetapi tidak boleh mengungkapkannya secara emosional. Emosi konselor harus tetap terjaga secara stabil.
Contoh:   “Saya merasa anda tidak mengatakan hal yang sebenarnya”
                      “Saya senang, anda  telah berubah”
                      “Saya kecewa dengan sikap anda yang selalu ingin menang sendiri”

G.  Refleksi
Refleksi dapat dilihat pada dua hal yaitu refleksi isi dan refleksi perasaan.
Refleksi isi adalah mengungkapkan kembali secara singkat dan tepat tentang inti pembicaraan klien. contoh: ketika klie mengatakan “Saya kira saya tidak akan dapat melakukannya. Saya hanya akan gagal saja . Saya ….ya…saya belum pernah mendapat nilai sebagus itu dan saya yakin saya tidak akan dapat mencapainya sekarang”. Respon yang tepat diberikan konselor dalam bentuk refleksi isi adalah: “Hasil-hasil belajarmu dimasa yang lalu meyakinkanmu bahwa kamu tidak akan  berhasil sekarang”.

Refleksi perasaan adalah mengungkapkan kembali pesan-pesan emosional yang disampaikan oleh klien. Respon yang dapat diberikan konselor dalam bentuk refleksi perasaan sesuai dengan ungkapan klien di atas adalah: “Kamu merasa takut meski hanya mencobanya”. 

H.  Mengajak Klien Berfikir
Selama proses konseling, hendaknya konselor menciptakan kondisi yang mengarah kepada pemunculan ide-ide baru dari klien. Pernyataan-pernyataan klien direspon dengan kata-kata dan kalimat yang menuntut klien untuk berfikir hal-hal yang mungkin dapat dia lakukan.
Mengajak klien berfikir memungkinkan terciptanya suasana baru dalam alam fikiran klien. Hal ini akan mendorong rasionalitas pemikiran dan menyeimbangkan emosionalitas yang terdapat dalam diri klien.
Sikap konselor yang mengajak klien berfikir menunjukkan bahwa konselor bukanlah seorang pemberi keputusan, tetapi seorang yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang  permasalahan yang dikemukakan oleh klien. Konselor seorang pembimbing yang mengarahkan klien untuk mandiri, tidak tergantung pada keputusan orang lain, tatapi memiliki keberanian untuk menentukan sikap yang menguntungkan dirinya dan sesuai dengan norma yang berlaku, semua itu akan dapat tecipta jika klien memiliki ide-ide baru dan fikiran-fikiran yang rasional.
Contoh: Ketika klien mengatakan “Saya benar-benar bingung menghadapi bapak saya yang selalu memaksa saya”. Respon konselor “Memaksa seperti apa yang anda maksud?”. Atau “Memaksa dalam hal apa saja?”

I.   Konfrontasi
Konfrontasi merupakan mempertentangkan dua hal yang terjadi dalam diri klien, baik sikap dengan sikap, kata-kata dengan kata-kata maupun kata-kata dengan tindakan.
Konfrontasi efektif untuk membangunkan dan menyadarkan klien terhadap sikap dirinya sendiri. Namun konfrontasi juga dapat tidak efektif dan bahkan dapat menghentikan konseling tanpa membawa hasil, lebih jauh lagi dapat pula menciptakan masalah baru. Oleh karena itu konfrontasi tidak boleh dilakukan pada awal-awal pertemuan, konselor dituntut jeli membaca situasi, kapan waktu yang pas untuk melakukan konfrontasi tersebut. Dianjurkan kepada konselor untuk melakukan konfrontasi setelah masalah dieksplorasi dan konselor menemukan hal-hal yang bertentangan dalam diri klien.
Contoh: “Anda senang pacar anda pergi jauh, tapi mata anda berkaca-kaca, bagaimana itu…..?

J.   Pemberian Informasi
Informasi diberikan jika klien membutuhkan. Pada umumnya klien butuh banyak informasi dari konselor, disini konselor dituntut memiliki wawasan yang luas dan informasi yang lengkap. Informasi yang tidak jelas dan tidak tepat tidak boleh diberikan oleh konselor. Jika konselor ragu-ragu tentang suatu hal, konselor harus memilih untuk tidak memberikan informasi tersebut.
Dalam pemberian informasi, konselor harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien, informasi harus jelas dan tepat.
Contoh: Jurusan yang anda inginkan itu ada di fakultas B, di universitas A. Jl  C  daerah D di kota E propinsi F.

K.   Pemberian Nasehat/ Saran
Nasehat dari konselor diusahakan sesedikit mungkin, kalau memungkinkan hindari pemberian nasehat, terutama untuk klien-klien yang masih tergolong remaja. Keterampilan yang harus banyak digunakan adalah mengajak klien berfikir dan refleksi.
Nasehat bukan tidak boleh, tetapi diusahakan seminimal mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pemikiran klien  bahwa konselor sama dengan orang tuanya, neneknya atau pamannya yang selalu memberi nasehat. Disamping itu, nasehat tidak mampu bertahan lama, karena pada dasarnya masalah belum terpecahkan.
Pemberian nasehat juga dapat membuat klien tergantung kepada konselor dan tidak membuat klien percaya diri dan mandiri. Jika nasehat harus diberikan,  maka konselor sebaiknya memberikan bahasan tentang yang dinasehatkan itu, dengan mengemukakan  kekuatan dan kelemahannya.

L.   Peneguhan Hasrat
Peneguhan hasrat yang dimaksud adalah respon konselor yang memberikan keyakinan dan motivasi kepada klien tentang apa yang akan dilakukannya atau tentang apa yang sudah dilakukannya yang bernilai positif.
Peneguhan hasrat dapat membangkitkan atau menumbuhkan rasa percaya diri klien, bahwa ternyata ide yang dia ungkapkan cukup bagus dan bernilai positif. Dengan peneguhan hasrat, klien semakin bersemangat untuk meneruskan pembicaraannya. Merasa berguna dan bermanfaat juga tumbuh dalam diri klien.

M.   Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat terjadi dalam dua situasi. Pertama kesimpulan dalam proses dan kedua kesimpulan pada akhir pertemuan.
Kesimpulan pada proses konseling adalah kesimpulan dari masalah yang dialami, misalnya dari sekian panjang pembicaraan klien, dapat disimpulkan dua atau tiga masalah yang terdapat didalamnya, 1.masalah A, 2. masalah B dan 3. masalah C. Dari tiga masalah ini dikonfirmasi kepada klien masalah yang mana yang akan dibahas terlebih dahulu, kemudian masalah yang mana lagi dan yang mana lagi.
Kesimpulan pada akhir pertemuan adalah kesimpulan secara keseluruhan, apakah pertemuan ini bermanfaat bagi klien atau tidak. Apakah klien merasa terbantu atau belum.Kesimpulan pada akhir pertemuan merupakan evaluasi pekerjaan konselor.