Jumat, 08 Juli 2011

Keterampilan Dasar Pelayanan Konseling


Konseling merupakan interaksi antara konselor dengan klien dalam rangka membahas masalah-masalah yang dialami oleh klien. Pembahasan masalah dilakukan secara professional dan terlatih oleh seorang Konselor. Proses konseling bukan hanya sekedar pemberian nasehat dari seorang konselor kepada seorang klien, tetapi lebih dari itu, yaitu proses penggalian masalah yang mendalam dan pemberian respon-respon yang tepat dan positif terhadap setiap pernyataan dan pertanyaan yang diungkapkan klien. Proses ini dilakukan sampai permasalahan klien terpecahkan, sehingga klien benar-benar merasa terbantu dalam pertemuan itu. Seorang konselor yang profesional tentu harus memiliki keterampilan dalam mengkonseling, sehingga dia memiliki kompetensi memecahkan masalah-masalah yang dialami kliennya, dan untuk menjadi terampil dalam mengkonseling harus pula dikuasai keterampilan dasar konseling, beberapa keterampilan dasar konseling yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah sebagai berikut:
A.  Penstrukturan
Sebelum konseling dimulai konselor harus tahu terlebih dahulu apakah individu yang ada dihadapannya itu {klien} sudah pernah dikonseling atau belum? apakah dia tahu apa yang dimaksud dengan konseling?. Konselor juga harus mampu meyakinkan klien bahwa semua informasi tentang klien terjamin kerahasiaannya. Dalam tahap penstrukturan ini konselor harus pula mampu membangun hubungan yang saling percaya dan akrab dengan klien, dalam hal ini ada tiga unsure pokok yang perlu dikembangkan oleh konselor yaitu  empati, penghargaan dan kesegeraan. Keberhasilan proses konseling sangat bergantung pada keterampilan konselor dalam menumbuhkan sikap percaya klien terhadap konselor. Jika klien sudah mempercayai konselor, maka proses konseling selanjutnya akan lebih mudah dilalui. Menghargai setiap usaha klien dan menerima klien apa adanya merupakan hal yang sangat baik dalam membangun hubungan.
B.  Ajakan Memulai Pembicaraan
Bagi klien, memulai pembicaraan dengan orang lain merupakan proses yang sulit dilakukan, apa lagi menyangkut rahasia pribadi yang mungkin menurut klien sangat tidak  mungkin disampaikan kepada orang lain Untuk itu diperlukan tehnik-tehnik khusus agar klien mau secara sukarela dan terbuka menyampaikan persoalan-persoalan yang sedang dialami klien. Memulai pembicaraan sebaiknya diawali dengan penjelasan tentang konseling, tujuan konseling dan azas pokok dalam konseling. Hal ini dilakukan dengan maksud agar konselor dan klien memiliki pandangan dan wawasan yang sama tentang proses konseling yang akan dilakukan. Disamping itu konselor harus memiliki tehnik-tehnik komunikasi yang persuasive baik secara fisik maupun non fisik. Tehnik komunikasi secara fisik seperti raut muka, keramahan, sikap badan dan pandangan mata. Sedangkan komunikasi non fisik merupakan komunikasi verbal, yang dalam hal ini adalah bahasa yang digunakan oleh konselor, lebih tepatnya adalah pilihan kata dan kalimat yang digunakan konselor.

C.  Pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka  merupakan respon konselor dalam kalimat tanya yang yang menuntut klien memberikan penjelasan yang panjang dan banyak..Pertanyaan terbuka dapat membantu konselor dalam penggalian masalah dan penjelajahan masalah. Melalui pertanyaan terbuka konselor bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah, sehingga konselor dapat membimbing klien kea rah yang lebih tepat. Selama proses konseling hendaknya konselor selalu menggunakan pertanyaan terbuka dan menghindari pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup digunakan hanya dalam kondisi yang betul-betul diperlukan.
Meskipun konselor, katakanlah terpaksa menggunakan pertanyaan tertutup, sebaiknya segera diikuti dengan pertanyaan terbuka, contoh: Anda betul-betul mencintainya? Atau bagaimana?. Pertanyaan terbuka tanpa didahului oleh pertanyaan tertutup misalnya: Bagaimana perasaan anda jika bertemu dengan dia?Apa yang anda fikirkan tentang dia? Bagaimana kejadiannya?

D.  Keruntutan
Keruntutan merupakan respon yang diberikan konselor kepada klien yang tepat pada sasaran, tidak menyimpang dari isi pernyataan atau pertanyaan klien. Respon konselor bisa menjadi runtut bila konselor benar-benar memahami isi pembicaraan klien, untuk itu dibutuhkan konsentrasi penuh dan kemampuan konselor dalam menangkap inti pembicaraan klien. Pembicaraan klien yang panjang lebar, mungkin saja intinya hanya satu kata atau satu kalimat. Konselor tidak boleh terbawa arus dengan pembicaraan klien yang panjang lebar, yang sebenarnya tidak  terkait dengan masalah yang sebenarnya. Disini dibutuhkan kepekaan  konselor dalam menanggapi perilaku klien. Konselor tidak boleh lengah sedikitpun memperhatikan dan mendengarkan klien. Jika konselor tidak mampu menangkap inti pembicaraan klien, maka akan terjadi peloncatan respon dari konselor dan akan terjadi pula respon yang tidak tepat bahkan bias terjadi pula respon yang tidak positif. Hal ini tentunya membawa dampak yang tidak baik, lebih jauh dari itu  justru tidak tergalinya masalah klien yang pada gilirannya masalah tidak terpecahkan.
E.  Dorongan Minimal
Dorongan minimal merupakan respon konselor berupa gerakan, isyarat atau suara yang sangat minim. Gerakan badan atau pengulangan kata-kata kunci dapat pula di jadikan pendorong untuk klien terus melakukan pembicaraan.
Dorongan minimal dilakukan oleh konselor untuk mununjukkan kepada klien bahwa konselor mempunyai perhatian dan ikut serta dalam pembicaraan klien. Disamping itu dorongan minimal dapat pula membantu konselor dalam mengkonsentrasikan fikiran dan perasaannya terhadap pembicaraan klien.
Dorongan minimal sangat berarti bagi klien dan mampu menumbuhkan kepercayaan klien terhadap konselor bahwa konselor benar-benar mengerti tentang apa yang sedang dibicarakan klien.  Dengan dorongan minimal yang diberikan konselor, klien merasa bahwa konselornya benar-benar memperhatikan dia dan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap dirinya.
Contoh: Ya……Jadi… Terus……Mhm……Oh ya….Dapat pula berupa anggukan,  kerutan dahi dan sebagainya. 
F.  Mengungkapkan Perasaan Diri Sendiri  
Konselor adalah manusia biasa yang memiliki perasaan seperti manusia lainnya, seperti perasaan senang, bangga, bahagia, kecewa, dan sebagainya. Selama proses konseling banyak hal yang bisa terungkap dan perilaku  klien akan terlihat secara nyata. Apapun perilaku klien, menyenangkan atau mengecewakan,  perlu disampaikan oleh konselor kepada klien Konselor tidak boleh bersikap pura-pura, misalnya sikap klien yang selalu mempertahankan pendapatnya yang dapat menambah masalah dirinya sendiri, maka konselor harus mengatakan bahwa konselor kecewa dengan sikap klien tersebut. Demikian pula sebaliknya, ketika klien memperlihatkan sikap yang positif, konselor mengatakan kepada klien bahwa konselor senang dengan sikap klien.
Mengungkapkan perasaan diri sendiri adalah suatu sikap jujur yang harus diperlihatkan konselor kepada klien, apa yang dirasakan oleh konselor harus diungkapkan apa adanya, tetapi tidak boleh mengungkapkannya secara emosional. Emosi konselor harus tetap terjaga secara stabil.
Contoh:   “Saya merasa anda tidak mengatakan hal yang sebenarnya”
                      “Saya senang, anda  telah berubah”
                      “Saya kecewa dengan sikap anda yang selalu ingin menang sendiri”

G.  Refleksi
Refleksi dapat dilihat pada dua hal yaitu refleksi isi dan refleksi perasaan.
Refleksi isi adalah mengungkapkan kembali secara singkat dan tepat tentang inti pembicaraan klien. contoh: ketika klie mengatakan “Saya kira saya tidak akan dapat melakukannya. Saya hanya akan gagal saja . Saya ….ya…saya belum pernah mendapat nilai sebagus itu dan saya yakin saya tidak akan dapat mencapainya sekarang”. Respon yang tepat diberikan konselor dalam bentuk refleksi isi adalah: “Hasil-hasil belajarmu dimasa yang lalu meyakinkanmu bahwa kamu tidak akan  berhasil sekarang”.

Refleksi perasaan adalah mengungkapkan kembali pesan-pesan emosional yang disampaikan oleh klien. Respon yang dapat diberikan konselor dalam bentuk refleksi perasaan sesuai dengan ungkapan klien di atas adalah: “Kamu merasa takut meski hanya mencobanya”. 

H.  Mengajak Klien Berfikir
Selama proses konseling, hendaknya konselor menciptakan kondisi yang mengarah kepada pemunculan ide-ide baru dari klien. Pernyataan-pernyataan klien direspon dengan kata-kata dan kalimat yang menuntut klien untuk berfikir hal-hal yang mungkin dapat dia lakukan.
Mengajak klien berfikir memungkinkan terciptanya suasana baru dalam alam fikiran klien. Hal ini akan mendorong rasionalitas pemikiran dan menyeimbangkan emosionalitas yang terdapat dalam diri klien.
Sikap konselor yang mengajak klien berfikir menunjukkan bahwa konselor bukanlah seorang pemberi keputusan, tetapi seorang yang memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang  permasalahan yang dikemukakan oleh klien. Konselor seorang pembimbing yang mengarahkan klien untuk mandiri, tidak tergantung pada keputusan orang lain, tatapi memiliki keberanian untuk menentukan sikap yang menguntungkan dirinya dan sesuai dengan norma yang berlaku, semua itu akan dapat tecipta jika klien memiliki ide-ide baru dan fikiran-fikiran yang rasional.
Contoh: Ketika klien mengatakan “Saya benar-benar bingung menghadapi bapak saya yang selalu memaksa saya”. Respon konselor “Memaksa seperti apa yang anda maksud?”. Atau “Memaksa dalam hal apa saja?”

I.   Konfrontasi
Konfrontasi merupakan mempertentangkan dua hal yang terjadi dalam diri klien, baik sikap dengan sikap, kata-kata dengan kata-kata maupun kata-kata dengan tindakan.
Konfrontasi efektif untuk membangunkan dan menyadarkan klien terhadap sikap dirinya sendiri. Namun konfrontasi juga dapat tidak efektif dan bahkan dapat menghentikan konseling tanpa membawa hasil, lebih jauh lagi dapat pula menciptakan masalah baru. Oleh karena itu konfrontasi tidak boleh dilakukan pada awal-awal pertemuan, konselor dituntut jeli membaca situasi, kapan waktu yang pas untuk melakukan konfrontasi tersebut. Dianjurkan kepada konselor untuk melakukan konfrontasi setelah masalah dieksplorasi dan konselor menemukan hal-hal yang bertentangan dalam diri klien.
Contoh: “Anda senang pacar anda pergi jauh, tapi mata anda berkaca-kaca, bagaimana itu…..?

J.   Pemberian Informasi
Informasi diberikan jika klien membutuhkan. Pada umumnya klien butuh banyak informasi dari konselor, disini konselor dituntut memiliki wawasan yang luas dan informasi yang lengkap. Informasi yang tidak jelas dan tidak tepat tidak boleh diberikan oleh konselor. Jika konselor ragu-ragu tentang suatu hal, konselor harus memilih untuk tidak memberikan informasi tersebut.
Dalam pemberian informasi, konselor harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien, informasi harus jelas dan tepat.
Contoh: Jurusan yang anda inginkan itu ada di fakultas B, di universitas A. Jl  C  daerah D di kota E propinsi F.

K.   Pemberian Nasehat/ Saran
Nasehat dari konselor diusahakan sesedikit mungkin, kalau memungkinkan hindari pemberian nasehat, terutama untuk klien-klien yang masih tergolong remaja. Keterampilan yang harus banyak digunakan adalah mengajak klien berfikir dan refleksi.
Nasehat bukan tidak boleh, tetapi diusahakan seminimal mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pemikiran klien  bahwa konselor sama dengan orang tuanya, neneknya atau pamannya yang selalu memberi nasehat. Disamping itu, nasehat tidak mampu bertahan lama, karena pada dasarnya masalah belum terpecahkan.
Pemberian nasehat juga dapat membuat klien tergantung kepada konselor dan tidak membuat klien percaya diri dan mandiri. Jika nasehat harus diberikan,  maka konselor sebaiknya memberikan bahasan tentang yang dinasehatkan itu, dengan mengemukakan  kekuatan dan kelemahannya.

L.   Peneguhan Hasrat
Peneguhan hasrat yang dimaksud adalah respon konselor yang memberikan keyakinan dan motivasi kepada klien tentang apa yang akan dilakukannya atau tentang apa yang sudah dilakukannya yang bernilai positif.
Peneguhan hasrat dapat membangkitkan atau menumbuhkan rasa percaya diri klien, bahwa ternyata ide yang dia ungkapkan cukup bagus dan bernilai positif. Dengan peneguhan hasrat, klien semakin bersemangat untuk meneruskan pembicaraannya. Merasa berguna dan bermanfaat juga tumbuh dalam diri klien.

M.   Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat terjadi dalam dua situasi. Pertama kesimpulan dalam proses dan kedua kesimpulan pada akhir pertemuan.
Kesimpulan pada proses konseling adalah kesimpulan dari masalah yang dialami, misalnya dari sekian panjang pembicaraan klien, dapat disimpulkan dua atau tiga masalah yang terdapat didalamnya, 1.masalah A, 2. masalah B dan 3. masalah C. Dari tiga masalah ini dikonfirmasi kepada klien masalah yang mana yang akan dibahas terlebih dahulu, kemudian masalah yang mana lagi dan yang mana lagi.
Kesimpulan pada akhir pertemuan adalah kesimpulan secara keseluruhan, apakah pertemuan ini bermanfaat bagi klien atau tidak. Apakah klien merasa terbantu atau belum.Kesimpulan pada akhir pertemuan merupakan evaluasi pekerjaan konselor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar